Minggu, 19 Mei 2013

Where the Wild Things Are

Film ini bercerita tentang Max. Max adalah seorang anak laki-laki yang memiliki daya imajinasi yang tak mengenal batas. Namun di balik semua rasa senang yang dia dapatkan saat dia bermain, Max memendam perasaan kesepian. Max merasa dirinya kurang diperhatikan oleh ibu dan kakaknya sementara Max sendiri tidak memiliki teman bermain. Rasa kesepian yang melanda Max ini lama-lama menumpuk dan keluar dalam bentuk amarah. Pada suatu malam, Max yang kecewa karena tidak digubris oleh ibunya pun mulai marah-marah sampai akhirnya ibunya pun balik memarahi Max. Di tengah-tengah konflik itu, Max memutuskan untuk lari sejauh mungkin dari rumahnya dan berpetualang menuju sebuah pulau where the wild things are (terjemahan: tempat para makhluk liar berada).

Cerita dalam film Where the Wild Things Are ini berlanjut dengan petualangan Max bersama para wild things yang bernama Carol, Ira, Judith, Alexander, Douglas, KW, dan The Bull. Max yang tiba-tiba muncul di pulau ini pada awalnya dijauhi oleh para wild things. Namun pada akhirnya Max berhasil berteman dengan mereka dan mereka bahkan menjadikan Max sebagai pemimpin mereka. Seiring berjalannya waktu, kehadiran Max pun secara perlahan membawa banyak perubahan ke dalam kehidupan para wild things, baik perubahan-perubahan positif maupun negatif.

Saya tidak akan menulis lebih lanjut tentang plot film ini karena saya khawatir akan membeberkan jalan ceritanya. Satu hal yang pasti, film ini adalah salah satu film dengan plot yang sangat sederhana. Wajar saja karena film ini memang merupakan hasil adaptasi dari sebuah buku cerita anak-anak dengan judul yang sama. Saya sendiri belum pernah membaca buku cerita tersebut, tapi saya yakin jalan ceritanya tidak rumit. Justru yang membuat saya penasaran adalah bagaimana sebuah buku cerita anak-anak sepanjang 48 halaman ini bisa dikembangkan ke dalam film dengan durasi sekitar 100 menit.

Kesederhanaan cerita dalam film ini justru menjadi nilai tambah karena jalan ceritanya lebih mudah dimengerti oleh anak-anak. Apalagi isu yang diangkat dalam ceritanya adalah tantrum, sebuah isu yang sangat erat dengan anak-anak. Cerita di dalam film ini berhasil menjelaskan apa itu tantrum dan mengapa hal itu tidak baik dengan pendekatan yang lebih seru dan mengena. Kenapa bisa lebih mengena? Karena film ini mengajak anak-anak untuk berkaca dan mencoba melihat tantrum dari sudut pandang orang ketiga; bukan dari sudut pandang mereka sendiri.

Dan yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana cerita di dalam film ini juga menunjukan urgensi rasa kasih sayang dan kepedulian yang ada dalam keluarga. Max memang digambarkan sebagai seorang anak yang kesepian dan pemarah, tapi petualangan yang dilalui Max telah membuka matanya dan membawanya kembali ke pelukan penuh kasih ibunya. Bagaimana ceritanya? Silakan ditonton sendiri. Jangan lupa mengajak anak atau keponakan saat menonton film ini karena nilai moral dalam film ini begitu penting untuk ditanamkan dalam diri mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.