Minggu, 31 Maret 2013

Tad, The Lost Explorer

Jarang-jarang saya menulis lebih dari 1 (satu) review film pada hari yang sama. Review kali ini adalah tentang film berjudul Tad, The Lost Explorer. Tad, The Lost Explorer adalah sebuah film petualangan sejenis Indiana Jones. Sayangnya saya tidak terlalu ingat film-film Indiana Jones yang pernah saya tonton. Film jenis petualangan seperti ini yang terakhir saya tonton adalah The Adventures of Tintin.

Film ini bercerita tentang petualangan Tad, seorang pekerja konstruksi, yang "diutus" menggantikan Profesor Humbert untuk membawa kepingan artifak ke sebuah situs arkeologi. Bagaimana mungkin seorang pekerja konstruksi diutus menggantikan seorang profesor? Silakan menonton sendiri untuk tahu ceritanya. Intinya adalah Tad akhirnya terlibat dalam petualangan seru untuk menemukan sebuah kota legenda penuh emas sambil berusaha menghindari komplotan penjahat yang juga ingin menguasai emas tersebut.

Walaupun terkesan seru, saya masih beranggapan bahwa film ini (Tad, The Lost Explorer) tidak terlalu spesial. Alur cerita dan berbagai misteri di balik petualangan yang disajikan dalam film ini tidak terlalu istimewa. Kalau dibandingkan dengan The Adventures of Tintin, film ini jelas kalah menegangkan. Plot twist yang tersurat di dalam film ini pun mudah ditebak; bahkan oleh saya yang terbilang jarang menonton film dengan genre seperti ini.

Hanya saja kualitas animasi Tad, The Lost Explorer ini bisa diacungi jempol; satu jempol saja. Gerakan karakter-karakternya tidak kaku dan lingkungan di sekitar karakter-karakter utamanya masih terlihat hidup. Kualitasnya memang tidak spesial, tapi tentu saja tidak mengecewakan. Animasi yang disajikan oleh film ini membuat saya tetap bisa menikmati jalan ceritanya yang cenderung monoton.

Hal menarik lainnya dalam film ini tentu saja unsur komedinya. Karakter-karakter pembantu di dalam film ini cukup berhasil membuat saya tertawa, terutama Jeff dan Belzoni. Hanya saja unsur komedinya memang tidak banyak dan lebih banyak mengandalkan lelucon slapstick, tapi porsinya cukup memadai untuk menghilangkan rasa bosan saat menonton film ini. Dengan kombinasi animasi dan komedi yang baik, film Tad, The Lost Explorer bisa menjadi alternatif tontontan di akhir pekan.

The Lorax

Thneedville, sebuah kota yang penuh dengan barang-barang plastik. Bahkan pohon-pohonnya pun dibuat dari bahan plastik; salah satu modelnya butuh 96 batere (kemungkinan batere ukuran AA). Thneedville tumbuh megah di tengah-tengah dunia yang tidak memiliki udara bersih. Penduduknya harus mengeluarkan uang lebih untuk membeli udara bersih. Kenapa? Karena di dunia ini tidak ada satu pohon pun yang hidup.

Thneedville adalah kota yang menjadi pusat cerita dalam film The Lorax. Berdasarkan namanya, Thneedville adalah kota yang dibangun dari start up sukses bernama Thneed. Kesuksesan produk Thneed ini sepertinya menjadi cikal-bakal berkembangknya kota bernama Thneedville. Hanya saja Thneed ini pula yang menjadi sumber malapetaka di Thneedville karena semakin banyak Thneed yang dijual, semakin banyak pohon yang harus ditebang untuk dijadikan bahan bakunya.

Cerita dalam film The Lorax ini berputar pada ketiadaan pohon pasca kesuksesan (dan kebangkrutan) usaha Thneed. Seorang remaja pria bernama Ted, demi mendapatkan hati dari cinta sejatinya, berpetualang mencari Once-ler (baca: Wansler) untuk mendapatkan sebuah pohon yang asli. Menurut legenda, Once-ler adalah orang yang tahu tentang sejarah kelam hilangnya pohon-pohon di dunia ini. Singkat cerita (dan demi menjaga tidak banyaknya spoiler dalam tulisan ini), Once-ler memberikan bibit pohon terakhir kepada Ted. Cerita pun berlanjut dengan petualangan Ted untuk menanam bibit terakhir ini.

The Lorax memang merupakan sebuah film dengan nilai moral yang kental tentang lingkungan hidup. Tema lingkungan hidup dalam film ini bahkan sempat mengingatkan saya pada film Wall-E. Bedanya dengan Wall-E, film The Lorax ini memiliki alur cerita yang sedikit lebih sederhana. Film The Lorax ini pada dasarnya bercerita tentang keserakahan. Keserakahan ini telah membuat Once-ler menghancurkan pohon-pohon demi kesuksesan bisnisnya. Untungnya penyesalan Once-ler dan determinasi Ted berhasil mengembalikan harapan hidup bagi pohon-pohon dan dunia dengan udara yang kotor ini.

Memang ada banyak hal positif dalam film The Lorax. Ceritanya cukup seru, animasinya ciamik (dibuat oleh para pembuat Despicable Me) dengan karakter-karakter yang unik dan lucu, dan nilai-nilai di balik ceritanya sangat penting untuk dipahami para penerus bangsa (baca: anak-anak). The Lorax adalah film yang menarik dan sangat cocok ditonton bersama keluarga, baik keluarga sendiri maupun keluarga tetangga.

Selasa, 19 Maret 2013

Brave

Saya baru saja menonton sebuah video TED yang berjudul How movies teach manhood. Video itu menjelaskan banyak hal terkait peran yang diberikan kepada wanita dalam film. Saya setuju memang peran utama dalam film-film saat ini lebih banyak diberikan kepada pria, baik pria dalam bentuk manusia, binatang, karakter video game, maupun pria dalam bentuk lainnya. Film-film yang saya tahu dan lebih mengedepankan karakter-karakter wanita dalam ceritanya memang tidak terlalu banyak.

Salah satu contoh film yang menjadikan wanita sebagai karakter utama dalam ceritanya adalah Brave. Hal ini menjadikan Brave sebagai salah satu film yang berkesan bagi saya. Sebenarnya ide ceritanya tidak terlalu istimewa, yaitu tentang seorang gadis tomboi yang tidak mau hidup di bawah bayang-bayang orang tuanya. Hanya saja cerita "pemberontakan" Merida (gadis yang menjadi tokoh utama dalam film ini) terasa lebih menarik karena melibatkan seorang penyihir dan sebuah kutukan.

Yang juga menarik dari film Brave ini adalah hubungan antara ibu dan anak perempuan yang diperlihatkan sepanjang film. Ibu Merida (yang secara kebetulan adalah seorang ratu) merupakan wanita yang tegas; bahkan lebih tegas dari suaminya. Sayangnya dalam mendidik Merida, Sang Ibu ini terlalu memaksakan keinginannya. Jadi sepanjang film ini kita akan melihat perseteruan antara anak perempuan dan ibunya yang sama-sama memaksakan keinginannya.

Walaupun begitu, satu poin yang paling berkesan bagi saya dalam film Brave ini adalah tidak adanya pernak-pernik asmara di dalam ceritanya. Seperti yang saya sampaikan di atas, ide cerita dalam film ini memang tidak terlalu istimewa sehingga saya pun menduga bahwa Merida ini pada akhirnya akan bertemu juga dengan pria impiannya. Ternyata sampai akhir film pun Merida tetap menjadi Merida yang independent, single, and "quite" available.

Film Brave memang sangat menonjol di sisi animasinya; sangat menonjol. Ide ceritanya memang biasa saja, tapi saya pribadi masih terhibur dengan kualitas animasi yang disuguhkan lewat film ini. Kalau kita ingin menonton film dengan peran utama wanita yang memiliki cerita yang mendalam, saya sarankan untuk menonton film-film produksi Studio Ghibli seperti The Cat Returns, Kiki's Delivery Service, PonyoMy Neighbor Totoro, atau Spirited Away.

Minggu, 10 Maret 2013

Rise of the Guardians

Rise of the Guardians adalah film fantasi yang penuh aksi dengan plot yang seru dan animasi yang memanjakan mata penonton. Film ini bercerita tentang sekelompok "Guardian", yaitu Santa Claus, Easter Bunny, Tooth Fairy, dan Sandman. Setiap karakter Guardian ini digambarkan sebagai karakter yang "modern"; jauh dari gambaran karakter-karakter ini pada umumnya. Film ini tidak hanya berusaha menghidupkan keempat mitos ini, tapi juga menampilkan persepsi yang berbeda (baca: jauh lebih keren) terhadap mereka. Frankly, I'm impressed and I believe that you'll be impressed as well when you watch the movie.

Terlepas dari karakter-karakter yang menarik itu, film Rise of the Guardians ini juga memiliki alur cerita yang menarik untuk diikuti. Ceritanya bermula saat Santa Claus menyadari kehadiran sosok jahat yang bernama Pitch Black yang juga dikenal dalam mitos sebagai Boogeyman. Pitch Black adalah mitos yang identik dengan rasa takut dan sepertinya sangat terkenal di kalangan karakter-karakter mitos karena sifat jahatnya. Kehadirannya memaksa Santa Claus untuk memanggil para Guardian yang lain untuk memastikan keberadaan Pitch Black dan mencegah rencana jahatnya. Saat mereka berempat berkumpul, Man in the Moon (yet another mythical character) memutuskan untuk menugaskan karakter mitos lainnya sebagai Guardian. Karakter mitos yang dipilih oleh Man in the Moon adalah... wait for it... Jack Frost.

Jack Frost yang digambarkan sebagai karakter yang cuek dan suka main-main pada awalnya tidak mau menjadi Guardian. Penolakan dia sepertinya juga diwarnai oleh rasa irinya karena tidak ada anak-anak yang mempercayai keberadaannya. Dalam film ini, Jack Frost itu ibarat mitos dalam mitos. Mitos yang dipercaya keberadaannya dapat dilihat dan bahkan dapat berinteraksi dengan anak-anak, sementara "mitos dalam mitos" seperti Jack Frost ini bahkan tidak dapat disentuh oleh anak-anak. Sad, isn't it?

One thing led to another, akhirnya Jack Frost bergabung dengan para Guardian untuk melawan Pitch. Alur cerita dalam film pun langsung fokus pada aksi 5 (lima) jagoan kita menghadapi bala tentara kuda hitam yang berada di bawah kendali Pitch Black. Tentu saja ceritanya tidak monoton dan hanya berisi baku-hantam antara kekuatan baik dan kekuatan jahat. Di balik adegan-adegan aksi yang seru ini, kita bisa melihat betapa kesepiannya Jack Frost dan Pitch Black yang tidak dipercaya keberadaannya. Di bagian cerita ini, emosi penonton pun turut dilibatkan saat Jack Frost dan Pitch Black berjuang untuk dipercaya oleh anak-anak dan keluar dari perasaan sepi yang berkepanjangan itu. Yang disayangkan adalah Pitch Black lebih memilih cara-cara kotor untuk mencapai keinginannya.

Film ini pun sesekali waktu menyelipkan lelucon di tengah-tengah cerita. Lelucon-lelucon ini untungnya tidak berlebihan dan tidak dipaksakan. Kehadiran Baby Tooth, Elf dan Yeti juga ikut meramaikan suasana ceria di dalam film ini. Para Elf, khususnya, mengingatkan saya pada the adorable minions dalam film Despicable Me. Ada begitu banyak hal menarik dalam film ini yang dapat menghibur siapa saja, baik anak-anak maupun orang dewasa. Dengan kombinasi aksi, emosi, dan komedi ini, film Rise of the Guardians adalah sebuah film yang sangat layak untuk ditonton. Have fun!

Minggu, 03 Maret 2013

Flight

Film Flight ini memulai ceritanya tanpa basa-basi. Penonton langsung dibawa ke angkasa untuk terbang bersama SouthJet 227 di tangan seorang pilot bernama Kapten William "Whip" Whitaker. Suasana tegang langsung melanda film ini karena SouthJet 227 lepas landas saat kondisi cuaca sedang sangat buruk. Kondisi Kapten Whip yang "tidak prima" pun membuat adegan lepas landas pesawat ini terasa lebih menegangkan. Saya bahkan berpikir kalau kecelakaan pesawat yang menjadi dasar cerita dalam film Flight ini akan segera terjadi. Ternyata masih ada adegan yang lebih menegangkan lagi saat pesawat ini akhirnya menghantam bumi, tapi tentunya sayang bila saya share di sini.

Terlepas dari itu, film ini ternyata bercerita lebih dari sekedar kecelakaan pesawat. Seharusnya saya sudah menduganya karena awal cerita dalam film ini memang agak aneh. Wajar saja bila film ini menggambarkan seorang pilot dengan penerbangan terakhirnya, tapi entah kenapa film ini juga memulai ceritanya dengan menampilkan seorang wanita bernama Nicole yang merupakan seorang pecandu narkotik. Nyambungnya di mana? Kenapa ada seorang pecandu narkotik di dalam film yang bercerita tentang seorang pilot dan kecelakaan pesawat? Pertanyaan-pertanyaan ini justru membuat saya semakin penasaran.

Saat Kapten Whip, yang harus dirawat setelah pesawatnya jatuh, dan Nicole, yang harus dirawat karena mengalami overdosis, akhirnya benang merah itu pun terlihat jelas. Nasib akhirnya mempertemukan dua insan ini karena mereka memiliki satu kesamaan; mereka sama-sama pecandu. Pelan tapi pasti, cerita di dalam film ini pun mulai memperlihatkan tema yang lebih besar dari sekedar kecelakaan pesawat, yaitu tentang kehidupan para pecandu dan bagaimana mereka mengatasi kecanduan mereka. Jelas sudah bahwa ada alasan yang kuat saat Kapten Whip digambarkan sebagai sosok yang gemar minum; bahkan saat dia hendak menerbangkan pesawat. Ini yang saya maksud dengan "kondisi yang tidak prima" di atas.

Walaupun hasil investigasi menunjukan bahwa kondisi pesawat secara teknis memang buruk, Kapten Whip tetap dianggap bersalah. Tindakan heroiknya yang luar biasa (dan sepertinya tidak mungkin dilakukan di dunia nyata) akhirnya sirna ditelan dosanya karena berani menerbangkan pesawat saat mabuk. Di balik tekanan tuntutan kejahatan atas dirinya, Kapten Whip pun berjuang untuk melepaskan diri dari belenggu minuman keras. Di sini kita bisa melihat naik-turunnya determinasi seorang pecandu alkohol. Ada kalanya Kapten Whip berubah menjadi teguh dan menjauhi minuman keras, tapi tiba-tiba keteguhan hati ini hilang begitu saja seperti membalik telapak tangan. Dampak buruk alkohol (dan berbagai zat candu lainnya secara keseluruhan) juga dapat kita lihat sepanjang film ini.

Film Flight ini tidak sekedar bercerita tentang seorang pilot, tapi lebih banyak bercerita tentang seorang pecandu alkohol yang kebetulan menjadi seorang pilot. Kita (penonton) tidak hanya diajak untuk melihat intrik di dunia penerbangan, tapi kita akan melihat lebih banyak kebohongan dan konflik dalam kehidupan seorang pecandu alkohol. Yang akan kita tonton dalam film ini bukan sekedar tentang cara si Pilot ini menyelamatkan harga diri dan pekerjaannya, tapi lebih cenderung ke cara si Pecandu ini menyelamatkan hidupnya. Pada beberapa hal, film ini memang berlebihan dan tidak masuk akal, tapi karakter dan kehidupan Whip Whitaker adalah sesuatu yang layak untuk ditonton. It's good enough for me.